Kamis, 31 Januari 2008

Penggunaan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai

Happy WIDIASTUTI1), Nampiah SUKARNO2),
Latifah Kosim DARUSMAN2), Didiek Hadjar GOENADI3), Sally SMITH4) & Edi GUHARDJA2)
1) Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor 16151, Indonesia
2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16144, Indonesia
3) Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor, 16151, Indonesia
4) School of Earth and Environmental Sciences, The University of Adelaide, Australia
Summary
A green house experiment was conducted to
study the effect of spore number and species of
AM fungi as inoculant of oil palm. Two species of
AM fungi was evaluated in this study namely
Acaulospora tuberculata and Gigaspora margarita
and three spore number were tested i. e 200, 350,
and 500 spores. There two fungi have the
potential as AM fungi inoculant for oil palm. The
soil used was acid soil from Cikopomayak, West
Java while the oil palm seedling was from Oil
Palm Research Institute, Medan. A polybag sized
20 x 40 cm was used. Spores as type of inoculant
affect the oil palm growth in longer time. The
best growth of the seedling in term of height,
fresh, and dry weight was obtained by
inoculation at 500 spores of A. tuberculata and
G. margarita. However, at 500 spores per
polybag, growth and N, P, and K uptake of
seedlings inoculated with A. tuberculata and
G. margarita were not significantly different
except for seedling and root fresh weight. Oil
palm seedling inoculated with A. tuberculata at
500 spores per seedling resulted higher root and
seedling fresh weight compared with those
inoculated with G. margarita. The different effect
of seedling on A. tuberculata and G. margarita
inoculation at 200 and 350 spores per seedling
were only observed in plant height, fresh and dry
weight of seedlings. The plant height, fresh, and
dry weight of seedlings inoculated with
A. tuberculata at 200 and 350 spores per seedling
were higher compared with those inoculated
with G. margarita. In addition inoculation with
A. tuberculata at 200 spores per seedling resulted
higher N and K uptake of seedling compared with
those inoculated with G. margarita.
[Key words: Spore inoculant, Acaulospora
tuberculata, Gigaspora margarita,
Elaeis guineensis, Jacq]
Ringkasan
Suatu penelitian rumah kaca telah dilakukan
untuk mempelajari pengaruh jumlah spora dan
spesies cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
sebagai inokulum pada bibit kelapa sawit. Dua
spesies CMA yang diuji ialah Acaulospora
tuberculata dan Gigaspora margarita sedangkan
jumlah spora yang diuji ada tiga tingkat yaitu
200, 350, dan 500 spora. Bibit kelapa sawit
berumur 2 bulan ditanam di polibag berukuran 20
x 40 cm yang berisi tanah yang bereaksi masam
berasal dari Cikopomayak. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa spora sebagai inokulum
27
Widiastuti et al.
bibit kelapa sawit dapat mempengaruhi
pertumbuhan kelapa sawit namun diperlukan
waktu yang lebih lama untuk mendapatkan
respons inokulasi. Pertumbuhan tertinggi pada
peubah tinggi bibit, bobot basah, dan bobot
kering diperoleh pada inokulasi sebanyak 500
spora per polibag baik untuk A. tuberculata
maupun G. margarita. Namun, pada inokulasi
sebanyak 500 spora per polibag, pertumbuhan
dan serapan N, P, dan K bibit yang diinokulasi
A. tuberculata dan G. margarita tidak berbeda
nyata kecuali pada peubah bobot basah akar dan
bobot basah bibit. Bobot basah akar dan bobot
basah bibit kelapa sawit yang diinokulasi
A. tuberculata sebanyak 500 spora, lebih tinggi
dibandingkan dengan bibit yang diinokulasi
dengan G. margarita pada jumlah spora yang
sama. Pengaruh spesies hanya dapat ditunjukkan
pada inokulasi 200 dan 350 spora khususnya pada
peubah tinggi bibit, bobot basah, dan bobot
kering bibit. Tinggi bibit, bobot basah dan bobot
kering bibit yang diinokulasi A. tuberculata pada
jumlah spora 200 dan 350 per polibag lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diinokulasi
G. margarita. Tampak bahwa inokulasi
A. tuberculata dengan 200 spora per polibag
menghasilkan serapan N dan K lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diinokulasi
G. margarita pada jumlah spora yang sama.
Pendahuluan
Kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq)
adalah tanaman yang secara alami dapat
bersimbiosis dengan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA). Namun pada kondisi
lapangan keefektifan maksimal simbiosis
tersebut tidak dapat diketahui. Menurut
Sieverding (1991) inokulasi dengan CMA
terseleksi adalah salah satu konsep
pengelolaan populasi CMA dan simbiosis
CMA. Inokulasi CMA pada kelapa sawit
dapat meningkatkan efisiensi pemupukan
(Blal et al., 1990; Widiastuti et al., 1998),
pertumbuhan dan serapan hara (Widiastuti &
Tahardi, 1993), dan meningkatkan daya
tumbuh tanaman asal kultur in vitro (Schultz
et al., 1999).
Inokulasi CMA pada tanaman sering
kali dilakukan menggunakan campuran
spora, hifa, dan akar terinfeksi. Walaupun
memiliki beberapa kelebihan, inokulum
campuran memiliki kelemahan dalam
standarisasi dan sterilisasi. Spora adalah tipe
inokulum yang memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan hifa ataupun akar
terinfeksi, misal tahan terhadap pengaruh
fisika dan kimia karena ketebalan dindingnya,
dapat disterilisasi untuk keperluan
inokulasi aseptik, dan dapat distandarisasi.
Namun, spora juga memiliki beberapa
kelemahan, yaitu memerlukan waktu untuk
perkecambahan dan spora memiliki sifat
dorman pada beberapa spesies. Menurut
Tawaraya et al. (1996) spora Gigaspora
berkecambah dalam 4-6 hari sedangkan
beberapa spesies Acaulospora memerlukan
waktu tiga bulan untuk berkecambah (Smith
& Read, 1997).
Keefektifan inokulasi CMA dipengaruhi
jumlah inokulum. Winarsih & Baon (1999)
mealporkan bahwa pada kultur in vitro kopi
diinokulasi dengan sebanyak 9 spora CMA
menghasilkan infeksi yang tinggi. Sedang
Tarafdar & Marschner (1994) menggunakan
1500 spora Glomus mosseae untuk
mendapatkan simbiosis yang maksimum
pada Triticum aesticum. Joner & Johansen
(2000) menggunakan 500 spora untuk
Trifolium subterranium. Kelapa sawit
memiliki laju pertumbuhan akar yang
berbeda dengan tanaman semusim sehingga
diduga jumlah spora optimum untuk bibit
kelapa sawit berbeda dengan tanaman
semusim. Tujuan penelitian adalah menetapkan
pengaruh jumlah spora Acaulospora
28
Penggunaan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai inokulum.....
tuberculata dan Gigaspora margarita
terhadap pertumbuhan dan serapan hara bibit
kelapa sawit.
Bahan dan Metode
Bahan
Media tanam ialah tanah Ultisol steril
dari Cikopomayak, Jawa Barat dengan
kandungan C 1,96%, N 0,14%, P tersedia
13,55 mg kg-1, P total 0,035%, K2O 0,013%,
CaO 0,076%, MgO 0,0125%, Al-dapat
ditukar 13,8 mEq/100g, dan pH 4,1.
Kecambah kelapa sawit berasal dari Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan yang
dikecambahkan dalam pasir steril selama
tiga bulan.
Spora CMA diisolasi dari media kultur
pot menggunakan zeolit sebagai media
tanam dan sorgum sebagai tanaman inang
(Olsson et al., 1998). Selanjutnya jumlah
spora dihitung sesuai perlakuan menggunakan
mikroskop dan disterilisasi. Sterilisasi
spora dilakukan dengan merendamnya
dalam Tween20 0,05%, ChloraminT 2%
Gentamisin 100 mg/L, dan Streptomisin
200 mg/L. Percobaan ini disusun menggunakan
rancangan acak lengkap dengan
pola faktorial. Enam perlakuan yang diuji
ialah kombinasi antara spesies CMA dan
jumlah spora. Spesies CMA yang diuji ialah
A. tuberculata dan G. margarita sedangkan
jumlah spora ialah 200, 350, dan 500
buah/bibit. Masing-masing perlakuan diulang
enam kali.
Metode
Kecambah kelapa sawit D x P berumur
dua bulan ditanam di dalam polibag hitam
berukuran 40 cm x 20 cm yang berisi 6 kg
tanah Cikopomayak steril yang telah
dicampur urea, fosfat alam, KCl, dan kiserit
menurut Lubis (1992). Inokulasi dilakukan
dengan menuangkan suspensi spora 10 cm
di bawah akar kecambah kelapa sawit.
Tanaman dipelihara di rumah kaca dan
disiram dengan air yang sudah dimasak
terlebih dahulu. Panen dilakukan setelah
bibit berumur 15 bulan dan diamati
pertumbuhan bibit serta konsentrasi hara N,
P, dan K daun dan batang. Konsentrasi N, P,
dan K baik daun maupun batang ditetapkan
dari contoh yang diambil secara acak. Luas
daun ditetapkan menggunakan kertas
millimeter.
Hasil dan Pembahasan
Respons inokulasi CMA menggunakan
inokulum campuran spora, hifa, dan akar
terinfeksi sebanyak 50 g terhadap partumbuhan
bibit kelapa sawit dapat diamati pada
umur enam bulan (Widiastuti et al., 1998),
sedangkan penelitian ini sampai berumur
15 bulan. Pertumbuhan dan serapan hara
bibit kelapa sawit memerlukan waktu yang
lebih lama pada inokulasi dalam bentuk
spora. Spora adalah jenis inokulum yang
dapat digunakan pada saat pembibitan.
Walaupun demikian jenis inokulum ini
memerlukan waktu beberapa hari untuk
berkecambah dan beberapa spesies memiliki
masa dorman sebelum dapat berkecambah.
Sieverding (1991) mengemukakan bahwa
O2, CO2, kelembaban, suhu, status hara
tanah dan sumber hara berpengaruh pada
perkecambahan spora. Pada inokulum
campuran lambatnya perkecambahan spora
untuk menginfeksi akar dapat diimbangi
oleh propagul hifa dan akar terinfeksi.
Tommerup (1984) mengemukakan bahwa
spora Acaulospora mempunyai masa
dorman. Oleh karena itu, inokulum
29
Widiastuti et al.
dalam bentuk campuran spora dan akar
terinfeksi akan memberikan respons yang
lebih cepat. Sieverding (1991) mengemukakan
bahwa inokulum dalam bentuk
spora memiliki kelemahan untuk aplikasi di
lapangan karena perkembangan awal yang
lambat serta penyebaran di akar yang juga
lambat sehingga inokulum tidak mampu
bersaing dengan CMA asli dan mikroba
tanah lainnya. Bagaimanapun, infeksi yang
cepat dan tinggi melalui inokulasi adalah
syarat untuk mendapatkan simbiosis yang
efektif dari inokulasi.
Pengaruh jumlah spora
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan
bahwa tinggi bibit, luas, dan jumlah
daun bibit kelapa sawit dipengaruhi oleh
jumlah spora dan spesies CMA (Tabel 1).
Pemberian 200 spora sampai dengan 500
spora, baik A. tuberculata maupun
G. margarita, meningkatkan ketiga peubah
yang diamati. Peningkatan tinggi bibit
kelapa sawit yang nyata terjadi antara
pemberian 200 spora dan 500 spora baik
pada A. tuberculata maupun G. margarita.
Hal yang sama juga terjadi untuk peubah
luas daun dan jumlah daun bibit kelapa sawit
yang diinokulasi G. margarita.
Inokulasi A. tuberculata sebanyak 500
spora menghasilkan bobot basah tajuk,
bobot basah, dan bobot kering akar serta
total bobot basah dan bobot kering bibit
kelapa sawit nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan bibit yang diinokulasi dengan 200
spora dan 350 spora (Tabel 2 & Tabel 3).
Hasil ini menunjukkan bahwa inokulasi 500
spora A. tuberculata menghasilkan pertumbuhan
bibit terbaik. Pada G. margarita
inokulasi 500 spora menghasilkan pertumbuhan
tertinggi. Namun, pada inokulasi
G. margarita peubah pertumbuhan yang
dipengaruhi secara nyata ialah bobot basah
dan kering tajuk, serta bobot basah dan
bobot kering bibit. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada G. margarita
inokulasi 500 spora menghasilkan pertumbuhan
terbaik dibandingkan dengan
inokulasi 200 spora dan 350 spora. Tampak
bahwa baik jumlah spora maupun spesies
CMA mempengaruhi peubah pertumbuhan
bibit kelapa sawit. Jumlah spora 200 buah
kemungkinan kurang sesuai untuk inokulum
bibit kelapa sawit yang mempunyai
perakaran dengan pertumbuhan yang relatif
Tabel 1. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 1. Effect of spore number and AM fungi species on growth of 15 months old oil palm seedling.
Tinggi bibit
Seedling height (cm)
Luas daun
Leaf width (mm2)
Jumlah daun
Leaf number
Jumlah spora
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
62,8
70,5
80,2
40,7
50,3
70,5
2676
2255
3226
847
1237
2521
9
10
10
6
7
11
Keterangan: BNT tinggi bibit 14,8, BNT luas daun 1136, BNT jumlah daun 2,3 (P<0,05).
Note: LSD seedling height 14.8, LSD leaf width 1136, LSD leaf number 2.3 (P<0.05)
30
Penggunaan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai inokulum.....
Tabel 2. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap bobot basah bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 2. Effect of spore number and AM fungi species on fresh weight of 15 months old oil palm
seedling.
Tajuk (Shoot), g Akar Jumlah spora (Root), g Bibit (Seedling ), g
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
103
88
141
27
52
112
50
53
97
21
30
49
152
141
237
49
82
161
Keterangan: BNTbobot basah tajuk 41, BNTbobot basah akar 27, BNTbobot basah bibit 51(P<0,05).
Note:, LSD shoot fresh weight 41, LSD root fresh weight 27, LSD seedling fresh weight 51 (P<0.05).
Tabel 3. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap bobot kering bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 3. Effect of spore number and AM fungi species on dry weight of 15 months old oil palm seedling.
Jumlah spora Tajuk (Shoot), g Akar (Root), g Bibit (Seedling), g
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
31
32
41
10
16
38
13
15
24
8
10
16
44
46
65
17
26
55
Keterangan: BNTbobot kering tajuk 13, BNTbobot kering akar 8, BNTbobot kering bibit 18, BNT nisbah
tajuk akar (P<0,05).
Note: At LSD shoot dry weight 13, LSD root dry weight 8, LSD seedling dry weight 18 , LSD shoot root ratio
(P<0.05).
lambat dibandingkan dengan tanaman
lainnya. Jumlah spora sebanyak 500 buah
menyebabkan kesempatan spora untuk
menginfeksi akar tanaman menjadi lebih
besar. Sanders & Sheikh (1983) mengemukakan
bahwa kerapatan propagul merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi
infeksi primer di samping perkecambahan
spora, kecepatan pertumbuhan hifa di media
dan kecepatan pertumbuhan akar tanaman.
Pada bibit kelapa sawit yang diinokulasi
A. tuberculata, perakaran yang lebih luas
memungkinkan bibit menyerap hara lebih
tinggi khususnya untuk hara yang tidak
mudah bergerak seperti P. Hasil analisis
menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang
diinokulasi ebanyak 500 spora A. tuberculata
menghasilkan serapan hara P tajuk
yata lebih tinggi dibandingkan dengan inokulasi
350 spora (Tabel 4). Sebaliknya pada
G. margarita inokulasi dengan 500 spora
tidak tampak terjadi peningkatan serapan P
tajuk.
Peningkatan jumlah spora sampai 500
spora pada inokulasi A. tuberculata tidak
berpengaruh terhadap serapan hara N (Tabel
5) dan K (Tabel 6) tajuk kelapa sawit.
Namun, pada bibit yang diinokulasi
31
Widiastuti et al.
Tabel 4. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap serapan P bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 4. Effect of spore number and AM fungi species on P uptake of 15 months old oil palm seedling.
Daun (Leaf), mg Jumlah spora, Batang (Stem), mg Tajuk (Shoot), mg
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
0,03
0,03
0,11
0,01
0,02
0,03
0,03
0,02
0,02
0,03
0,02
0,02
0,06
0,05
0,13
0,04
0,04
0,06
Keterangan : BNTserapan P daun 0,07, BNTserapan P batang 0,02, BNTserapan P tajuk 0,07 (P<0,05).
Note:, LSD leaf P uptake 0.07, LSD stem P uptake 0,02, LSD shoot P uptake 0.07 (P<0.05).
G. Margarita, serapan hara N dan K tajuk
pada inokulasi 500 spora nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan inokulasi 200 spora.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
luas perakaran akibat inokulasi CMA tidak
mempengaruhi serapan hara yang relatif
mudah bergerak. Kemungkinan tingginya
serapan hara N dan K pada bibit yang
diinokulasi G. margarita berkaitan dengan
tingginya fotosintesis bibit yang disebabkan
luas dan jumlah daun yang lebih tinggi
(Tabel 1).
Pengaruh spesies CMA
Pembandingan pengaruh inokulasi
A. tuberculata dan G. margarita pada
jumlah spora yang sama menunjukkan
bahwa secara umum inokulasi
A. tuberculata memberikan respons yang
lebih baik dibandingkan dengan
G. margarita baik untuk peubah tinggi,
luas daun, dan jumlah daun bibit kelapa
sawit. Namun, perbedaan yang nyata terjadi
pada pemberian 200 dan 350 spora untuk
peubah tinggi dan jumlah daun bibit kelapa
sawit. Di samping itu, inokulasi sebanyak
200 spora memberikan hasil yang berbeda
nyata untuk luas daun bibit kelapa sawit
(Tabel 1). Pada inokulasi sebanyak 200,
350, dan 500 spora pembandingan antar
spesies CMA menghasilkan perbedaan
yang nyata terhadap peubah bobot basah
bibit kelapa sawit (Tabel 2). Tampak
bahwa pada inokulasi 200 spora perbedaan
bobot basah bibit lebih dipengaruhi oleh
perbedaan bobot basah tajuk dan bobot
basah akar sedangkan pada inokulasi 500
spora, perbedaan bobot basah bibit lebih
dipengaruhi oleh bobot basah akar (Tabel
2).
Pada semua jumlah spora yang diuji
inokulasi A. tuberculata memberikan
respons yang lebih baik dibandingkan
dengan G. margarita baik untuk bobot
kering tajuk, akar dan bibit kelapa sawit
(Tabel 3). Namun, perbedaan respons yang
nyata antara A. tuberculata dan
G. margarita terjadi pada pemberian 200
dan 350 spora untuk bobot kering tajuk dan
bibit kelapa sawit. Sedangkan pada
inokulasi 500 spora tidak menghasilkan
bobot kering bibit yang berbeda antara
A. tuberculata dan G. margarita.
Respons tanaman terhadap simbiosis
CMA dipengaruhi banyak faktor antara lain
spesies cendawan. Walaupun CMA
mempunyai kespesifikan yang lebih rendah
dibandingkan dengan mikrob simbiosis
lainnya seperti Rhizobium, tetapi masing32
Penggunaan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai inokulum.....
Tabel 5. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap serapan N bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 5. Effect of spore number and AM fungi species on N uptake of 15 months old oil palm seedling.
Daun (Leaf), mg Jumlah spora, Batang (Stem), mg Tajuk (Shoot ), mg
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
0,33
0,34
0,38
0,18
0,24
0,39
0,25
0,19
0,30
0,06
0,11
0,31
0,59
0,55
0,68
0,23
0,35
0,69
Keterangan: BNTserapan N daun 0,16, BNTserapan N batang 0,11, BNTserapan N tajuk 0,25 (P<0,05).
Note: LSD leaf N uptake 0.16, LSD stem N uptake 0.11, LSD shoot N uptake 0.25 (P<0.05).
Tabel 6. Pengaruh jumlah spora dan spesies CMA terhadap serapan K bibit kelapa sawit umur 15 bulan.
Table 6. Effect of spore number and AM fungi species on K uptake of 15 months old oil palm seedling.
Jumlah spora, Daun (Leaf), mg Batang (Stem), mg Tajuk (Shoot), mg
Spore number
A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita A. tuberculata G. margarita
200
350
500
0,09
0,08
0,07
0,05
0,05
0,08
0,05
0,04
0,05
0,02
0,03
0,05
0,14
0,12
0,12
0,07
0,08
0,13
Keterangan: BNTserapan K daun 0, 03, BNTserapan K batang 0,02, BNTserapan K tajuk 0,05 (P<0.05).
Note: LSD leaf K uptake 0.03, LSD stem K uptake 0.02, LSD shoot K uptake 0.05 (P<0.05).
masing spesies CMA memiliki respons yang
berbeda terhadap lingkungannya. Interaksi
suatu spesies CMA dengan lingkungannya
dapat menghasilkan respons yang spesifik
dari masing-masing spesies. Clark (1997)
mengemukakan bahwa Acaulospora dan
Gigaspora adalah genus yang toleran
terhadap tanah masam dan alu-minium
tinggi, namun genus Acaulospora lebih
banyak dijumpai pada tanah masam.
Pertumbuhan bibit yang diinokulasi
A. tuberculata yang baik khususnya pada
inokulasi 200 dan 350 spora kemungkinan
disebabkan lebih mampunya spesies ini
beradaptasi pada kondisi tanah yang
bereaksi masam dan mengandung Al relatif
tinggi. Adaptasi yang tinggi menyebabkan
spora dapat berkecambah dan selanjutnya
menginfeksi jaringan akar tanaman dan
menyebar di akar tanaman. Selain itu Clark
(1997) menyatakan bahwa sebagian besar
CMA lebih mampu beradaptasi pada kondisi
tanah tempat isolasinya. A. tuberculata
adalah CMA yang diisolasi dari tanah
masam mengandung almunium relatif tinggi
di perkebunan kelapa sawit (Widiastuti &
Kramadibrata, 1993). Hasil penelitian
Schlutz et al. (1999) juga mengemukakan
bahwa di antara 12 spesies CMA yang diuji
dua spesies Acaulospora menghasilkan
pengaruh yang positif terhadap ketahanan
tumbuh planlet kelapa sawit.
Pembandingan antara A. tuberculata
dan G. margarita pada jumlah spora yang
sama terhadap serapan hara P menunjukkan
bahwa perbedaan keefektifan A. tuber33
Widiastuti et al.
culata dan G. margarita hanya pada jumlah
spora yang tinggi yaitu 500 spora (Tabel 4).
Serapan hara P daun dan tajuk nyata lebih
tinggi pada inokulasi A. tuberculata
dibandingkan dengan inokulasi G. margarita
pada jumlah inokulum yang sama.
Kemungkinan hal ini berkaitan dengan
peningkatan perakaran bibit kelapa sawit
yang diinokulasi 500 spora A. tuberculata
dibandingkan dengan inokulasi G. margarita
pada jumlah spora yang sama (Tabel 2 dan
3).
Untuk serapan hara N, inokulasi
A. tuberculata pada jumlah 200 spora
menghasilkan serapan N batang dan N tajuk
bibit kelapa sawit nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan inokulasi G. margarita
pada jumlah spora yang sama (Tabel 5). Hal
yang sama juga terjadi pada serapan K
(Tabel 6). Akan tetapi pada jumlah spora
yang lebih tinggi yaitu 350 dan 500 spora
tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
inokulasi A. tuberculata dan G. margarita
terhadap peubah serapan N dan K batang
dan tajuk. Hasil ini menunjukkan bahwa
keefektifan A. tuberculata dibandingkan
dengan G. margarita khususnya terhadap
serapan N dan K dapat dicapai pada jumlah
inokulum spora yang rendah sedangkan pada
jumlah spora yang tinggi tidak terdapat
perbedaan antara A. tuberculata dan
G. margarita.
Kesimpulan
Spora A. tuberculata dan G. margarita
dapat digunakan sebagai inokulum pada
bibit kelapa sawit namun diperlukan waktu
yang lama untuk mendapatkan respons
inokulasi. Jumlah spora A. tuberculata dan
G. margarita yang efektif untuk
meningkatkan pertumbuhan ialah sebanyak
500 spora. Inokulasi A. tuberculata sebanyak
200 dan 350 spora lebih efektif
meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa
sawit dibandingkan dengan inokulasi
G. margarita pada jumlah spora yang sama.
Sedangkan untuk peubah serapan N dan K
inokulasi A. tuberculata sebanyak 200 spora
lebih efektif dibandingkan dengan inokulasi
G. margarita pada jumlah spora yang sama.
Daftar Pustaka
Blal, B., C. Morel, Gianinazzi-Pearson,
J. C. Fardeau & S. Gianinazzi (1990).
Influence of vesicular-arbuscular
mycorrhizae on phosphate fertilizer
efficiency in two tropical acid soils
planted with micropropagated oil palm
(Elaeis guineensis Jacq). Biol. Fertil.
Soils, 9, 43-48.
Clark, R. B. (1997). Arbuscular mycorrhizal
adaptation, spore germination, root
colonization, and host plant growth
and mineral acquisition at low pH.
Plant Soil, 192, 15-22.
Joner, E. J. & A. Johansen. (2000).
Phosphatase activity of external
hyphae of two arbuscular mycorrhizal
fungi. Mycol. Res., 104, 12-16.
Lubis, A. U. (1992). Kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Indonesia.
Pematang Siantar, Pusat Penelitian
Perkebunan Marihat.
Olsson, P. A., R. Francis, D.J. Read &
B. Soderstrom (1998). Growth of
33
Penggunaan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai inokulum.....
arbuscular mycorrhizal mycelium in
calcareous dune sand and its interaction
with other soil microorganisms
as estimated by measurement of
specific fatty acids. In The External
Mycorrhizal Mycelium. Growth and
Interactions with Saprophytic
Microorganisms. Department of
Ecology Microbial Ecology. Lund
Univ. Sweden. Disertation.
Sanders, F. E. & N. A. Sheikh (1983). The
development of vesicular-arbuscular
mycorrhizal infection in plant root
systems. Plant Soil, 71, 223-246.
Schultz, C., Subronto, S. Latif,
A. M. Moawad & P. L. G. Vlek.
(1999). Peranan mikoriza vesikulerarbuskuler
(MVA) dalam meningkatkan
penyesuaian diri planlet kelapa
sawit terhadap kondisi lingkungan
tumbuh alami. J. Penelitian Kelapa
Sawit, 7, 145-156.
Sieverding, E. (1991). Vesicular arbuscular
mycorrhiza: Management in tropical
agrosystems. Germany, GTZ GmbH.
Smith, S. E. & D. J. Read. (1997).
Mycorrhizal Symbiosis. London,
Academic Press.
Tarafdar, J. C. & H. Marschner. (1994).
Phosphatase activity in the rhizosphere
and hyphosphere of VA mycorrhizal
wheat supplied with inorganic and
organic phosphorus. Soil Biol.
Biochem., 26, 387-395.
Tawaraya, K., M. Saito, M. Morioka &
T. Wagatsuma (1996). Effect of
concentration of phosphate on spore
germination and hyphal growth of
arbuscular mycorrhizal fungus,
Gigaspora margarita Becker & Hall.
Soil Sci. Plant Nutr., 42, 667-671.
Tommerup, I.C. (1984). Supression of spore
germination of VA mycorrhizal fungi
in natural soil and pot culture. In Proc.
6th NACOM. Oregon, 25-29 Juni 1984.
p. 375.
Widiastuti, H., T. W. Darmono &
D. H. Goenadi (1998). Respons bibit
kelapa sawit terhadap inokulasi
beberapa cendawan AM pada beberapa
tingkat pemupukan. Menara
Perkebunan, 66 (1), 36-46.
Widiastuti, H. & K. Kramadibrata. (1993).
Identifikasi jamur mikoriza bervesikula
arbuskula di beberapa kebun
kelapa sawit di Jawa Barat. Menara
Perkebunan, 61 (1), 13-19.
Widiastuti, H., & J. S. Tahardi. (1993). Effect
of vesicular-arbuscular mycorrhizal
inoculation on the growth and nutrient
uptake of micropropagated oil palm.
Menara Perkebunan, 61( 3), 56-60.
Winarsih, S. & J. B. Baon (1999). Pengaruh
masa inkubasi dan jumlah spora
terhadap infeksi mikoriza dan
pertumbuhan planlet kopi. Pelita
Perkebunan, 15(1) , 13-21.

1 komentar:

Mundirun Kurnianto mengatakan...

Bagi yang perlu mikoriza bisa hubungi saya mundirun di 087870181552 atau email ke mundirun07@yahoo.com